Kita dalam secangkir kopi

Sebagian orang percaya bahwa hidup itu seperti secangkir kopi. Pekat dan Pahit.  Namun bagi sebagian lainnya selalu saja ada hal-hal yang membuatnya terasa manis, tanpa sesendok gula tentunya. Cobalah bertanya kepada mereka yang sudah meradang dengan jamu, temulawak, pare, sambiloto atau bahkan brotowali. Mereka yang sudah terbiasa dengan pekatnya pahit. Pahit yang melekat kuat – kuat dilidahnya. Sungguh mencicipi secangkir kopi bukanlah hal sulit baginya.

Tidak ada yang benar-benar pekat. Tidak ada yang benar-benar pahit. Tanyakanlah pada lidah yang memahami. Lidah-lidah yang tahu bagaimana caranya menikmati, dan mengeksplorasi setiap tetes disetiap tegukannya.

Seperti secangkir kopi, begitulah hidup. Tidak pahit, tidak manis, tidak tawar, dan tidak pula asam. Takdir adalah takdir. Tidak ada takdir yang benar-benar terasa manis, pahit, asam, atau asin.. Karena kesemuanya kembali kepada mereka. Kepada mereka yang mencicipi, menikmati, dan menginterpretasi tentang hakikat hidupnya. Tentu saja kau boleh tidak setuju akan hal ini. Tetapi bagiku hidup sungguh bagaikan secangkir kopi.

Lantas bagaimana rasa kopimu hari ini? 🙂

 

Fulda, 20 Januari 2015

Leave a comment